KONSEP DASAR NYERI
Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of
Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri
adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus
kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien
dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus),
somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub
kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan
didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua
komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30
m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5
m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor
nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral,
reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal
dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif
terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia
dan inflamasi.
Teori Pengontrolan nyeri (Gate control
theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan
bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat
ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat
timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri,
2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls
nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan
serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A
dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls
melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor,
neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan
menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat
saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang
dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls
nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin
dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator
ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.
tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk
melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain
:
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi
tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial
budaya
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat,
dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi
rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan
dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi,
Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak
dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa
menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat
individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan
dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas
karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase
pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting,
karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan
seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut.
Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan
informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena
nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga
berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang
dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus
nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan
nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan
bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama.
Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit
merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih
besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan,
mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang
ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku
yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti
apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang
tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu
tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan
nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau
berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang.
Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri
bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri.
Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)
dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu
memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri
berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat
harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia
cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah
hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak
berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor
budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan
kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery
merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di
masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah
nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik
ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai
berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat
berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk
mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna
istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu
informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk
memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan
seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa
paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical
rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka
direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS)
tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala
ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS
dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah
digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila
klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat.
Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan
nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
sumber
Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan
aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.
Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta
: Arcan. Hlm : 76-80
Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan
Keterangan Istilah. Jakarta : Djambatan.
Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa
perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-136.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri.
Jakarta : EGC. Hlm 1-63
KONSEP UMUM NYERI
1. Pengertian
Nyeri merupakan sesasi tidak enak, nyeri merupakan tanda penting terhadap
adanya gangguan fisiologis, nyeri secara umum didefinisikan sebagai suatu rasa
tidak nyaman baik ringan maupun berat (Priharjo,1998:3).
Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis, nyeri akut biasanya
berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan
abdomen. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih
lama. Nyeri juga dinyatakan sebagai nyeri somatogenik atau psikogenik, nyeri
somatogenik merupakan nyeri secara fisik, sedangkan nyeri psikogenik merupakan
nyeri psikis atau mental.
2. Teori
a. Teori kekhususan (Teori Specifity)
Ujung saraf spesifik berkorelasi dengan sensasi yang spesifik seperti sentuhan,
hangat, dingin atau nyeri. Sensasi nyeri berhubungan dengan pengaktifan
ujung-ujung saraf bebas oleh mekanikal, rangsangan nyeri.
b. Teori intensitas
Hasil dari rangsangan yang berlebihan pada reseptor setiap rangsagn sensasi
punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika menggunakan intensitas yang cukup.
c. Teori Kontrol pintu (the gate control theory)
Serabut saraf tebal dan tipis membentuk sinar pada cornus sebagai pintu gerbang
rangsangan yang mencapai otak.
3. Fisiologi
Suatu teori yang menjelaskan nyeri sebagai suatu mekanisme
relatif sederhana yang menjelaskan bahwa respon nyeri timbul apabila suatu
stimulus nyeri mengaktivasi reseptor nyeri (Priharjo, 1998:34).
Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung saraf yang bebas
tidak bermyelin dan neuron aferen. Informasi dari reseptor nyeri mencapai
sistem saraf sentral melalui serabut saraf asandan, bila informasi telah sampai
dithalamus maka seseorang akan merasakan adanya suatu sensasi serta mempelajari
tentang lokasi dan kekuatan stimulus. Bila informasi telah sampai pada kortek
serebri maka seseorang menjadi lebih terlibat dengan sensasi nyeri, mencoba
menginterpretasikan arti nyeri dan mencari cara untuk menghindari sensasi lebih
lanjut.
Serabut saraf yang menghantarkan nyeri :
a. Serabut saraf tipe delta
Mengirimkan sinyal relatif cepat 12-30 m/s, bermyelin
halus 2,5 mm, membawa rangsangan nyeri menusuk, serabut berakhir dicornu
dorsalis dilamina I.
b. Serabut tipe c
Membawa rangsang nyeri terbakar dan tumpul, relatif lebih
lambat 0,5-2 m/s, tidak bermyelin 0,4-1,2 mm, serabut berakhir dilamina IV dan
V.
4. Stimulus
Reseptor nyeri memberi respon terhadap stimulus yang
membahayakan seperti stimulus kimia termal, listrik atau mekanis, maupun
mikroorganisme baik yang berasal dari dalam maupun luar tubuh
(Priharjo,1998:35).Stimulus kimia terhadap nyeri yaitu histamin, bradikinin,
prostaglandin, bermacam-macam asam.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Ujung saraf spesifik berkorelasi dengan sensasi yang
spesifik seperti sentuhan, hangat, dingin atau nyeri. Sensasi nyeri berhubungan
dengan pengaktifan ujung-ujung saraf bebas oleh mekanikal, rangsangan nyeri.
a. Lingkungan
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari
lingkungan yang berlebihan misalnya, kebisingan, cahaya yang sangat terang dan
kesendirian.
b. Umur
Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan
pertumbuhan usia, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin
bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya.
c. Kelelahan
Kelelahan juga dapat meningkatkan nyeri dan usaha banyak
orang merasa lebih nyaman setelah tidur.
d. Riwayat sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah
Riwayat sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah
berpengaruh pula terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri. Misalnya, ada
beberapa kalangan yang menganggap nyeri sebagai kutukan.
e. Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan
Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan sangat
berguna bagi seseorang dalam menghadapi nyeri, misalnya anak-anak akan merasa
lebih nyaman bila dekat dengan orang tuanya.
6. Respon perilaku terhadap nyeri
Ekspresi wajah mengatupkan geraham, menggigit bibir,
meringis, aphasia, bingung dan disorentasi.
TENTANG NYERI
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan
banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh
klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu
lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan
kepada klien di berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk
meningkatkan kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah
kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan.
Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
A DEFINISI
Menurut International Association for Study
of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa
nyeri adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi
ini didapat melalui sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di
saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan
nyeri sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg
mengalaminya, yg ada kapanpun individu mengatakannya
ISTILAH DALAM
NYERI
Nosiseptor
: serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
Non-nosiseptor : serabut syaraf yang biasanya
tidak mentransmisikan nyeri
System
nosiseptif : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi
terhadap nyeri
Ambang
nyeri : stimulus yg paling kecil yg
akan menimbulkan nyeri
Toleransi nyeri :
intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt ditahan
SIFAT-SIFAT NYERI
- Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
- Nyeri bersifat subyektif dan individual
- Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
- Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
- Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
- Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
- Nyeri mengawali ketidakmampuan
§ Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan
manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan
atribut nyeri sebagai berikut:
- Nyeri bersifat individu
- Nyeri tidak menyenangkan
- Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
- Bersifat tidak berkesudahan
Banyak teori berusaha untuk
menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun tidak ada satu teori yang
menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri ditransmisikan atau diserap. Untuk
memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka perlu mempelajari 3 (tiga) komponen
fisiologis berikut ini:
- Resepsi : proses perjalanan nyeri
- Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
- Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) à
Pengeluaran histamin bradikinin, kalium, à Nosiseptor à Impuls syaraf à Serabut
syaraf perifer à Kornu dorsalis medulla spinalis à Neurotransmiter (substansi
P)à Pusat syaraf di otak àRespon reflek protektif
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik,
termal, kimia) akan menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin,
bradikinin, kalium. Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila
nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan
dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut syaraf perifer yang akan
membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu serabut A-delta dan
serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf
sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan
menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi
P ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf
traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih
jauh ke dalam system saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak
mengolah impuls syaraf kemudian akan timbul respon reflek protektif.
Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan
sensasi terbakar, tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan
setrika.
Proses ini akan berjalan
jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi normal. Ada
beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri, diantaranya sebagai
berikut:
- §Trauma
- § Obat-obatan
- § Pertumbuhan tumor
- Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)
Tipe serabut saraf perifer
Serabut
saraf A-delta :
§ Merupakan serabut
bermyelin
§ Mengirimkan pesan secara
cepat
§ Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan
lokasi nyerinya
§ Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan
struktur dalam seperti , otot tendon dll
§ Biasanya sering ada pada injury akut
§ Diameternya besar
Serabut
saraf C
§ Tidak bermyelin
§ Diameternya sangat kecil
§ Lambat dalam
menghantarkan impuls
§ Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya
bersifat persisten
§ Menghantarkan sensasi
berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus
§ Reseptor terletak
distruktur permukaan.
NEUROREGULATOR
§ Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf,
berperan penting pada pengalaman nyeri
§ Substansi ini titemukan pada nocicepåtor yaitu pada akhir saraf
dalam kornu dorsalis medula spinalis dan
pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik
pada tempat reseptor dalam saluran spinotalamik
Neuroregulator ada dua macam yaitu neurotransmitter
dan neuromodulator
§ Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik
melewati celah synaptik antara dua serabut saraf
contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
§ Neuromodulator
memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf tanpa
mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.
Contoh: endorphin, bradikinin
§ Neuromodulator diyakini aktifitasnya
secara tidak langsung bisa meningkatkan atau menurunkan efek sebagian
neurotransmitter
Teori
gate control
n Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
n Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
n Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada
pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai
pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi
dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri
dan menimbulkan nyeri.
n Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan
di blok ketika pintu gerbang tertutup
n Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
n Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage
nyeri pasien
n Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat
pembentukan substansi P.
n Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup
gerbang nyeri.
PERSEPSI
§ Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada
saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek.
§ Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga
kemudian individu dapat bereaksi
§ Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri à Medula spinalis àTalamus à Otak
(area limbik) Reaksi emosi à Pusat otak à Persepsi
Stimulus nyeri
ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan
nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel
yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang
akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi
syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar