Sabtu, 25 Februari 2012

RETENSIO PLASENTA


BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Secara fisiologik selaput foetus tanggal dalam waktu 3 sampai 8 jam pospartum. Apabila selaput tersebut menetap lebih lama dari 8 sampai 12 jam, kondisi ini dianggap patologik dan terjadilah retensio plasenta Pada dasarnya retensio plasenta adalah kegagalan pelepasan villi kotiledon foetal dari kripta karunkula maternal. Sesudah foetus ke luar dan chorda umbilicalis putus, tidak ada darah yang mengalir ke villi foetal dan villi tersebut berkerut dan mengendur. Uterus terus berkontraksi dan sejumlah besar darah yang tadinya mengalir ke uterus sangat berkurang. Karunkulae maternal mengecil karena suplai darah berkurang dan kripta pada karunkulae berdilatasi. Pada retensio plasenta pemisahan dan villi foetalis dari kripta maternal terganggu dan terjadi pertautan. Pada plasenta yang mudah dilepas, proses pelepasan disebabkan oleh autolisa villi chorionik. Sesudah beberapa hari terdapat leukosit dan bakteria di dalam placentoma. Oleh karena itu placentitis mudah terjadi. Retensio plasenta sebenarnya adalah suatu proses kompleks yang meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh penciutan struktur-struktur placenta maternal dan foetal, perubahan-perubahan degeneratif, dan kontraksi uterus yang kuat. Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Oleh karena itu pada makalah ini kami akan mengulas tentang penyebab retensio plasenta secara lebih mendalam.

II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan retensio plasenta ?
2. Apa penyebab terjadinya retensio palsenta ?
3. Bagaimana anatomi dari plasenta ?
4. Bagaimana penatalaksanaannya ?
5. Bagaimana gejala klinis dan komplikasi apa saja yang dapat terjadi ?

III. Tujuan
      Tujuan kami mempelajari kasus ini adalah untuk mengetahui;
1.      Pengertian retensio plasenta
2.      Penyebab terjadinya retensio plasenta
3.      Anatomi dari plasenta
4.      Cara penatalaksanaan retensio plasenta
5.      Mengenali gejala klinis dan komplikasi yang dapat terjadi.

IV.Manfaat
     Kami berharap dengan mempelajari kasus ini kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan retensio plasenta dan bagaiman penanganannya, dan kita juga dapat ikut berpartisipasi dalam memperkecil angka kematian ibu di Indonesia.
   
BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Retensio Plasenta

Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
  1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive)
  2. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembu    decidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau salah penggunaan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Jenis-jenis Retensio Plasenta dapat dibedakan menjadi:
  1. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
  2. Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
  3. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /memasuki miometrium.
  4. Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
  5. Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. 
II.Etiologi dan Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4.Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab – sebab :
1.      Sebab-sebab fungsionil.
-          His kurang kuat (sebab terpenting)
-          Plasenta sukar terlepas karena tempatnya yang insersi di sudut tuba, bentuknya plasenta membranacea, plasenta anularis, ukurannya plasenta yang sangat kecil. Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut diatas disebut plasenta adhaesiv 
2.      Sebab patolog-anatomis.
-          Plasenta akreta
-          Plasenta inkreta

Tabel 15.2 : Gambaran dan dugaan penyebab Retensio Plasenta
Gejala
Separasi/Akreta parsial
Plasenta Inkarserata
Plasenta Akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi Fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang – banyak
Sedang
Sedikit / tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Shock
Sering
jarang
Jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat

III. Anatomi dari Plasenta

Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

IV. Penatalaksanaan.
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a.Resusitasi. Pemberian oksigen 100%.Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b.Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c.Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d.Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e.Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g.Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala pelepasan, maka dilakukan perlepasan plasenta manual. Tehnik perlepasan placenta secara manual : alat kemaluan luar pasien di desinfeksi begitu  pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, maka labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetric kedalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusur tali pusat  yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi kepinggir plasenta dan sedapat – dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan –lahan ditarik keluar.
Plasenta Inkarserata 
a.Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
b.Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan melahirkan plasenta 
c. Pilih fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus oksitosis 20 IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengan tisipasi ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut. 
d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan analgesik (tramadol 100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedotif (diazepam 5mg IV) pada tabung suntik terpisah.
Plasenta akreta 
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS

V.Gejala Klinis dan Komplikasi
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: 
1.Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan
2.Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3. Sepsis.
4.Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.

Untuk memperkuat adanya dugaan retensio plasenta maka dilakukanlah pemeriksaan penunjang yang meliputi:
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
      Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17%.Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

B. Saran.
Diharapkan  dengan mempelajari kasus ini kita dapat lebih memperhatikan dan waspada terhadap perdarahan yang terjadi pada saat kala III. Agar kita terutama tenaga kesehatan dalam hal ini bidan dapat lebih tanggap dan ikut berpartisipasi dalam menekan angka kematian ibu di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Winkjosastro,Hanifa. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sastrawinata. R. Sulaeman. 1984. OBSTETRI PATOLOGI. Bandung : Elstar offset.
Sarwono,Prawirohardjo. 2006. PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL & NEONATAL. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

PEMOTONGAN PERWATAN TALI PUSAT



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Tujuan Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dam kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan ( Morbilitas ) dan angka kematian ( mortalitas ) adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan yang efektif pada masyarakat tentang perawatan tali pusat bayi, dalam melaksanakan upaya tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas yaitu dengan memberikan penyuluhan  tentang kesehatan kepada masyarakat sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat  diharapkan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesehatan.
Kemampuan hidup sehat  dimulai sejak bayi karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang menentukan kualitas otak pada masa dewasa. Supaya  terciptanya bayi yang sehat maka dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir dilakukan dengan benar – benar sesuai dengan prosedur kesehatan.
Perawatan tali pusat adalah melakukan  pengobatan dan peningkatan tali pusat yang menyebabkan pemisahan fisik ibu dengan bayi. Dan kemudian tali pusat dirawat dalam keadaan steril, bersih dan terhindar dari infeksi tali pusat.
Perawatan tali pusat yang baik  dan benar akan menimbulkan dampak positif yaitu tali pusat akan pupus pada hari ke – 5 dan hari ke – 7 tanpa ada komplikasi, sedangkan dampak negative dari perawatan tali pusat yang tidak benar  adalah bayi akan mengalami penyakit Tetanus Neonaturum dan dapat mengakibatkan kematian.
Tujuan Perawatan Tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir  penyakit ini disebabkan karena masuknya spora  kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat steril, pemakaian obat – obatan,  bubuk atau daun – daun  yang ditaburkan ketali  pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi.


1.2    Tujuan
           1.2.1     Tujuan Umum
                      Setelah berhasilnya penulisan makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memberikan penanganan tentang perawatn dan pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir.
1.2.1   Tujuan Khusus
o   Dapat menjelaskan pengertian tali pusat
o   Dapat menyebutkan penyebab dari tali pusat
o   Dapat menjabarkan patofisiologi tali pusat
o   Dapat menyebutkan pencegahan infeksi tali puat
o   Dapat menyebutkan penatalaksanaan tali pusat

1.3    Manfaat
           Dengan adanya makalah ini, maka dapat memberikan manfaat serta pengetahuan  yang berguna bagi mahasiswa, khususnya Mahasiswa Akademi Kebidanan dalam memahami tentang perawatan dan pemotongan tali pusat pada bayi baru lahir.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1   Pengertian
               Tali pusat atau Umbilical cord  adalah  saluran kehidupan bagi janin selama  dalam kandungan, dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat – zat gizi dan oksigen janin.
Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.
o  Letak : Funiculus umbilicalis terbentang dari permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicalis fetus dan berlanjut sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus umbilicalis secara normal berinersi dibagian tengah plasenta.
o   Bentuk : Funiculus umbilicalis berbentuk seperti tali yang memanjang dari tengah plasenta sampai ke umbilicalis fetus dan mempunyai sekitar 40 puntiran spiral.
o   Ukuran : Pada saat aterm funiculus umbilicalis panjangnya 40 - 50 cm dan diameternya 1 – 2 cm, hal ini cukup untuk kelahiran bayi tanpa menarik plasenta keluar dari rahim ibu. Tali pusat menjadi lebih panjang jika jumlah air ketuban pada kehamilan trimester pertama dan kedua relative banyak. Jika oligohidromnion dan janin kurang gerak ( pada kelainan motorik janin ), maka umumnya tali pusat lebih pendek. Kerugian tali pusat terlalu panjang adalah dapat terjadi lilitan disekitar leher atau tubuh janin atau menjadi ikatan yang dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah khususnya pada saat persalinan.

Ø  Struktur tali pusat

o   Amnion : Menutupi funiculus umbilicalis dan merupakan lanjutan amnion yang menutupi permukaan fetal plasenta. Pada ujung fetal amnion melanjutkan diri dengan kulit yang menutupi abdomen. Baik kulit maupun membran amnion berasal dari ectoderm.
o  Tiga pembuluh darah : Setelah struktur lengkung usus, yolk sack dan duktus vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah umbilikal yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta. Ketiga pembuluh darah itu saling berpilin di dalam funiculus umbilicalis dan melanjutkan sebagai pembuluh darah kecil pada vili korion plasenta. Kekuatan aliran darah (kurang lebih 400 ml/ menit) dalam tali pusat membantu mempertahankan tali pusat dalam posisi relatif lurus dan mencegah terbelitnya tali pusat tersebut ketika janin bergerak-gerak. Ketiga pembuluh darah tersebut yaitu :
·    Satu vena umbilicalis membawa oksigen dan memberi nutrien ke sistem peredaran darah fetus dari darah maternal yang terletak di dalam spatium choriodeciduale.
·   Dua arteri umbilicalis mengembalikan produk sisa (limbah) dari fetus ke plasenta dimana produk sisa tersebut diasimilasi ke dalam peredaran darah maternal untuk di ekskresikan. 
o   Jeli Wharton : Merupakan zat yang berkonsistensi lengket yang mengelilingi pembuluh darah pada funiculus umbilicalis. Jeli Warthon merupakan subtansi seperti jeli, juga berasal dari mesoderm seperti halnya pembuluh darah. Jeli ini melindungi pembuluh darah tersebut terhadap kompresi, sehingga pemberian makanan yang kontinyu untuk janin dapat di jamin. Selain itu juga dapat membantu mencegah penekukan tali pusat. Jeli warthon ini akan mengembang jika terkena udara. Jeli Warthon ini kadang-kadang terkumpul sebagai gempalan kecil dan membentuk simpul palsu di dalam funiculus umbilicalis. Jumlah jeli inilah yang menyebabkan funiculus umbilicalis menjadi tebal atau tipis.


Ø  Fungsi Tali pusat :
o   Sebagai saluran yang menghubungkan antara plasenta dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapat asupan oksigen, makanan dan antibodi dari ibu yang sebelumnya diterima terlebih dahulu oleh plasenta melalui vena umbilicalis.
o   Saluran pertukaran bahan-bahan kumuh seperti urea dan gas karbon dioksida yang akan meresap keluar melalui arteri umbilicalis.

Ø  Sirkulasi Tali pusat
o   Fetus yang sedang membesar di dalam uterus ibu mempunyai dua keperluan yang sangat penting dan harus dipenuhi, yaitu bekalan oksigen dan nutrien serta penyingkiran bahan kumuh yang dihasilkan oleh sel-selnya. Jika keperluan ini tidak dapat dipenuhi, fetus akan menghadapi masalah dan mungkin maut. Struktur yang bertanggung jawab untuk memenuhi keperluan fetus ialah plasenta. Plasenta yang terdiri daripada tisu fetus dan tisu ibu terbentuk dengan lengkapnya pada ujung minggu yang ke-16 kehamilan.

Gambar 1.1 Letak janin dalam kandungan ibu
Pada plasenta banyak terdapat unjuran seperti “Jari” atau vilus tumbuh dari membran yang menyelimuti fetus dan menembusi dinding uterus, yaitu endometrium. Endometrium pada uterus adalah kaya dengan aliran darah ibu. Di dalarn vilus terdapat jaringan kapilari darah fetus. Darah yang kaya dengan oksigen dan nutrien ini dibawa melalui vena umbilicalis yang terdapat di dalam tali pusat ke fetus. Sebaliknya, darah yang sampai ke vilus dari fetus melalui arteri umbilicalis dalam tali pusat mengandungi bahan kumuh seperti karbon dioksida dan urea. Bahan kumuh ini akan meresap merentas membran dan memasuki darah ibu yang terdapat di sekeliling vilus. Pertukaran oksigen, nutrien, dan bahan kumuh lazimnya berlaku melalui proses resapan. Dengan cara ini, keperluan bayi dapat dipenuhi.

Walaupun darah ibu dan darah fetus dalam vilus adalah begitu rapat, tetapi kedua-dua darah tidak bercampur kerana dipisahkan oleh suatu membran. Oksigen, air, glukosa, asid amino, lipid, garam mineral, vitamin, hormon, dan antibodi dari darah ibu perlu menembus membran ini dan memasuki kapilari darah fetus yang terdapat dalam vilus. Selain oksigen dan nutrien, antibodi dari darah ibu juga meresap ke dalarn darah fetus melalui plasenta. Antibodi ini melindungi fetus dan bayi yang dilahirkan daripada jangkitan penyakit.

Gambar 1.2 Sirkulasi pada tali pusat pada janin

Ø  Kelainan Letak Tali Pusat
          Tali pusat secara normal berinersi di bagian sentral kedalam permukaan fetal plasenta. Namun, ada beberapa yang memiliki kelainan letak seperti:
o   Insersi tali pusat Battledore @ pada kasus ini tali pusat terhubung kepaling pinggir plasenta seperti bet tenis meja. Kondisi ini tidak bermasalah kecuali sambungannya rapuh.
o   Insersi tali pusat Velamentous @ tali pusat berinsersi kedalam membran agak jauh dari pinggir plasenta. Pembuluh darah umbilikus melewati membran mulai dari tali pusat ke plasenta. Bila letak plasenta normal, tidak berbahaya untuk janin, tetapi tali pusat dapat terputus bila dilakukan tarikan pada penanganan aktif di kala tiga persalinan.

 2.2  Etiologi
o   Lama waktu Terlepasnya Tali Pusat
Tali pusat orok berwarna kebiru-biruan dan panjang sekitar 2,5 – 5 cm segera setelah dipotong. Penjepit tali pusat digunakan untuk menghentikan perdarahan. Penjepit tali pusat ini dibuang ketika tali pusat sudah kering, biasanya sebelum ke luar dari rumah sakit atau dalam waktu dua puluh empat jam hingga empat puluh delapan jam setelah lahir. Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu.
         Tali pusat sebaiknya dibiarkan lepas dengan sendirinya. Jangan memegang-megang atau bahkan menariknya. Bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu, atau adanya tanda-tanda infeksi, seperti; pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, bayi demam tanpa sebab yang jelas maka kondisi tersebut menandakan munculnya penyulit
 pada neonatus yang disebabkan oleh tali pusat.

o   Lilitan Tali pusat pada janin
 Adanya lilitan tali pusat di leher dalam kehamilan menurutnya, pada umumnya tidak menimbulkan masalah. Namun dalam proses persalinan dimana mulai timbul kontraksi rahim dan kepala janin mulai turun dan memasuki rongga panggul, maka lilitan tali pusat menjadi semakin erat dan menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke janin akan berkurang, yang mengakibatkan janin menjadi sesak atau hipoksia. Kemungkinan sebab lilitan tali pusat pada janin :
§  Usia kehamilan ® Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua sering disebabkan karena puntiran tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut umumnya bayi masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami kekurangan oksigen.
§  Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin meningkat.
§  Panjangnya tali pusat ® dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui tali pusat tidak terhambat.

o   Tanda-Tanda Bayi Terlilit Tali Pusat :
Beberapa hal yang menandai bayi terlilit tali pusat, yaitu:
1.   Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah janin (kepala atau bokong) belum memasuki pintu atas panggul perlu dicurigai adanya lilitan tali pusat.
2.   Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha untuk memutar janin (Versi luar/knee chest position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat.
3.   Dalam kehamilan dengan pemeriksaan USG khususnya color doppler dan USG 3 dimensi dapat dipastikan adanya lilitan tali pusat.
4.    Dalam proses persalinan pada bayi dengan lilitan tali pusat yang erat, umumnya dapat dijumpai dengan tanda penurunan detak jantung janin di bawah normal, terutama pada saat kontraksi rahim.

o   Infeksi Tali Pusat ( Tetanus Neonatorum )

Pengertian
Adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir (neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu KesehatanAnak,1985)

Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.

2.3  Patofisiologi
Proses Pembentukan Tali Pusat Pada Janin
Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali pusat. Pada tahap awal perkembangan, rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah membesar.Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion dengan korion.




2.4  Penatalaksanaan
o   Persiapan Alat yang Diperlukan
    1. Arteri klem 2 buah
    2. Gunting Steril 1 buah
    3. Sarung Tangan Steril 1 pasang
    4. Benang steril pengikat pusat 1 helai
    5. Selimut Kering dan bersih 1 buah
    6. Perlak pengalas 1 buah
o   Teknik Memotong Tali Pusat
Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril (Gambar 3). Setelah selesai digunting segera ikat tali pusat bayi dengan benang pusat, ikatan harus kecang dengan simpul mati.Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimuti bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa kepala bayi terselimuti dengan baik. (Sumber: Martin, 1996)


o   Perawatan Tali Pusat

Perawatan adalah proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan (Kamisa, 1997). Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana. Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah :
            1.Pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering.
2. Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali
    pusat.
3. Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkanke
   dalam air. Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap kering.
   Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk 
   membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan menarik) tali pusat. Tali
   pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.
4.Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi
   lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun
  terpaksa ditutup tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa
  steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa.

2.5  Pencegahan
Pencegahan agar tali pusat tidak infeksi yaitu dengan cara pemberian toxoid tetanus kepada ibu hamil 3 x berturut – turut pada trimester ke – 3 dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum. Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril dan perawatan tali pusat selanjutnya.

BAB III
 PENUTUP

3.1  Kesimpulan
             Tali pusat atau Umbilical cord  adalah  saluran kehidupan bagi janin selama  dalam kandungan, dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat – zat gizi dan oksigen janin.

Perawatan adalah proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan (Kamisa, 1997). Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana. Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah :
            1.             Pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering.
2.          Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat.
3.         Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap kering. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan menarik) tali pusat. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.
4.          Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa.

           3.2  Saran

 1. Bagi para pembaca makalah ini, apabila memiliki minat untuk menulis/meneliti tentang penelitian ini, penulis harapkan dapat meneliti lebih dalam lagi mengenai penelitian ( dalam penulisan isi makalah)
 2.  Penulis harapkan makalah ini merupakan rintisan bagi penulisan makalah ( penelitian lain yang lebih lanjut/dalam )
 3.  Apabila terdapat kekurangan dalam makalah ini, penulis harapkan agar pembaca mencari solusi dari kekurangan makalah ini dengan menambah referensi bacaan dari yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Gary F Cunningham, etc. 2005. ” Obstetri Williams “. Jakarta : EGC.
S. A Goeslan. 1990. ” Ilmu Kebidanan “. Jakarta : Balai Pustaka.
Farrer Helen. 1999. ” Perawatan Maternitas “. Jakarta : EGC.
Henderson, Christine. 2005. ” Konsep Kebidanan “. Jakarta : EGC.
Salmah, etc. 2006. ” Asuhan Kebidanan Antenatal “. Jakarta : EGC.
http://www.kompas.co.id/ver1/Kesehat…/17/085333.htm. Penulis : Evy Rachmawati. ” Keajaiban dari Darah Tali Pusat “.
———. Tabloid Ibu Anak. ” Mother And Baby “. Update : Monday, 07 Feb 2005 Pukul 14:10:00 WIB.
Bari Abdul Saifuddin, Noroyono Wibowo. 2008. ” Plasenta, Tali Pusat, Selaput Janin dan Cairan Amnion “. Kuliah Obstetri Ginekologi. Jakarta : FKUI.
Mochtar Rustam. 1998. ” Sinopsis Obsetri “. Jakarta : EGC.
Verralls Sylvia. 1997. ” Anatomi & Fisiologi Terapan dalam Kebidanan “. Jakarta :EGC.
Salmah, etc. 2006. ” Asuhan Kebidanan Antenatal “. Jakarta : EGC.
http://www.kompas.co.id/ver1/Kesehat…/17/085333.htm. Penulis : Evy
DIarsipkan di bawah: asuhan kebidanan