Jumat, 26 Agustus 2011

KONSTIPASI




DEFINISI

Sembelit (Konstipasi) adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan buang air besar atau jarang buang air besar.

onstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin juga pada hewan) mengalami pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Dan obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya.


Konstipasi akut dimulai secara tiba-tiba dan tampak dengan jelas.
Konstipasi menahun (kronik), kapan mulainya tidak jelas dan menetap selama beberapa bulan atau tahun. 

 



PATOFISIOLOGI

Kebiasaan buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan.
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal secara teratur kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam. Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak, dan telah dilatih sejak masa anak-anak.

Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat mengalami gangguan, yaitu kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau karena kelainan psikoneurosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, parasit, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna ( gastrektomi, kolesistektomi).


Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan, sehingga menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.

Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat merembes disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis) mungkin keliru dengan diare.



GEJALA
Penderita konstipasi memiliki tinja yang keras, yang mungkin sulit untuk dikeluarkan.
Penderita juga merasakan rektumnya belum sepenuhnya kosong.



DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.



PENYEBAB KONSTIPASI :

Konstipasi sering disebabkan oleh berubahnya makanan atau berkurangnya aktivitas fisik.

Obat-obat yang bisa menyebabkan konstipasi adalah:
- Aluminium hidroksida (dalam antasid yang dijual bebas)
- Garam bismut
- Garam besi
- Antikolinergik
- Obat darah tinggi (anti-hipertensi)
- Golongan narkotik
- Beberapa obat penenang dan obat tidur.

Konstipasi akut kadang-kadang bisa disebabkan oleh keadaan yang serius, seperti:
- penyumbatan pada usus besar
- berkurangnya aliran darah ke usus besar
- cedera pada saraf atau urat saraf tulang belakang.

Kurangnya aktivitas fisik dan terlalu sedikitnya serat dalam makanan merupakan penyebab yang sering ditemukan pada konstipasi menahun.
Penyebab lainnya adalah:
- aktivitas kelenjar tiroid yang kurang (hipotiroid)
- kadar kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia)
- penyakit Parkinson
- penurunan kontraksi usus besar (kolon inaktif)
- rasa tidak enak (tidak nyaman) pada waktu buang air besar (defekasi).

Sedangkan faktor psikologis berperan pada konstipasi akut maupun konstipasi menahun.



1. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur

Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis.

Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini sedangkan pada orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.

Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB yang teratur.

2. Ketidaksesuaian diet

Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.

3. Peningkatan stres psikologi

Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.

4. Latihan yang tidak cukup

Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu

makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi.

5. Penggunaan laxative yang berlebihan

Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan BAB – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).

6. Obat-obatan

Banya obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.

7. Umur

Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.

8. Proses penyakit

Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.

Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika BAB dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intratorakal dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.


AKIBAT KONSTIPASI

Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi cairan elektrolit, zat-zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon descendens. Pada seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga dapat menimbulkan haemorrhoid.
Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol, skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang khas pada tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan skatol, sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal toksemia maka berbahaya pada penderita dengan sirosis hepatis . Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh bakteri mungkin akan mempercepat timbulnya “ hepatik encepalopati” pada penderita sirosis hepatis.



PENGOBATAN
Jika konstipasi disebabkan oleh suatu penyakit, maka penyakitnya harus diobati.
Jika tidak ditemukan penyakit lain sebagai penyebabnya, pencegahan dan pengobatan terbaik untuk konstipasi adalah gabungan dari olah raga, makanan kaya serat dan penggunaan obat-obatan yang sesuai untuk sementara waktu.

Sayur-sayuran, buah-buahan dan gandum merupakan sumber serat yang baik.
Supaya bisa bekerja dengan baik, serat harus dikonsumsi bersamaan dengan sejumlah besar cairan.



Perbanyak Serat

Bicara soal solusi mengatasi konstipasi, mulailah dengan mengubah pola makan.

“Konsumsilah sayuran dan buah-buahan, pada pagi. Juga, antara pagi dengan siang, siang dan malam,“ saran dr. Ari.

Mengapa buah dan sayur menjadi begitu penting? Sebab kandungan seratnya tinggi, dan manusia butuh asupan 25 gram serat per hari.

Sayangnya, tingkat pemenuhan kebutuhan serat di Indonesia masih rendah. “Baru setengah dari yang seharusnya.“

Minumlah yang cukup dan imbangi dengan olahraga. “Hindari makanan berlemak,“ ucapnya.



BAB Butuh Waktu Lama

Konstipasi atau lebih dikenal dengan nama sembelit adalah gangguan yang terdapat pada sistem pencernaan. Dokter Ari menjelaskan, “Konstipasi adalah sebuah keadaan di mana frekuensi BAB terjadi kurang dari 3 kali dalam satu minggu. Jadi, jika seseorang BAB 2 kali dalam seminggu, ini sudah termasuk konstipasi.“

Selain itu, konstipasi juga bisa ditenggarai dari bentuk kotoran. “Bentuknya keras, seperti kotoran kambing atau kombinasi di mana saat orang tersebut harus menunggu lama atau mengedan berlebihan ketika BAB.“

BAB pun dirasa tidak tuntas dan butuh waktu lebih lama untuk melakukannya.

Fakta menarik lainnya soal konstipasi adalah dibanding dengan laki-laki, perempuan lebih banyak mengalami konstipasi. Hal ini dipengaruhi oleh karakter organ pencernaannya, kurang bergerak, hingga obat.



Faktor Fungsional & Organik

Sebenarnya, apa penyebab konstipasi? dr. Ari menguraikan bahwa terdapat 2 faktor besar yang mempengaruhi terjadinya konstipasi.

Pertama, faktor fungsional (dikenal juga dengan istilah Irritable Bowel Syndrom atau IBS). Seperti, gaya hidup dan pola makan. Misalnya bagi mereka yang bekerja di kantor dan sering menghabiskan waktu dengan duduk dan kurang bergerak. “Lakukan aktivitas dengan bergerak,“ tambahnya.

Pola makan di mana jarang sekali mendapat asupan berserat pun, bisa terserang konstipasi. Begitu pula, jika sering sekali mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan lemaknya.

“Kurang minum air juga bisa. Seharusnya, kan, dalam 24 jam, meminum 8-10 gelas air.“ Kondisi ini, menurut dr. Ari, bisa memicu konstipasi.

Stres yang terjadi karena beban pikiran pun bisa mengakibatkan konstipasi.

Kedua, faktor organik yang terjadi karena kelainan pada sel syaraf pada permukaan usus, tempat di mana proses BAB terjadi.


Atasi Segera

Jika Anda mengalami gejala-gejala konstipasi, ada baiknya langsung memeriksakan diri kepada dokter ahli.

Pasalnya, hanya dengan peneropongan kolonskopi dapat dilakukan evaluasi terhadap kondisi ususnya.

“Apakah memang ada sumbatan, polip, kanker, atau tumor sehingga terjadi konstipasi? Pasien yang mengalami konstipasi, 10 persen disebabkan oleh adanya tumor,“ urai dr. Ari.

Konstipasi juga bisa merambat ke penyakit lain (komplikasi). Sebut saja ambeien (hemmoroid ) atau luka pada usus.

Untuk mengatasinya, segera memperbanyak konsumsi serat dan juga probiotik.

Dua hal ini bisa membantu melancarkan sistem pencernaan, termasuk konstipasi. Misalnya dari buah-buahan atau konsumsi yogurt.

-Konsumsi Probiotik

Probiotik sering disebut sebagai salah satu solusi untuk memperlancar BAB.

Ia mengandung mikroorganisme hidup yang bekerja meningkatkan kesehatan dengan cara menjaga juga memperbaiki keseimbangan flora yang terdapat dalam usus.

“Probiotik dan prebiotik mempunyai peran untuk membantu proses fermentasi di kolon. Pada proses ini, dihasilkan zat-zat yang diperlukan usus, pergerakan usus pun lebih normal, mengurangi kuman patogen. Jadi, secara umum, bisa diterima kalau probiotik dibutuhkan tubuh apalagi sistem pencernaan,“ urai dr. Ari panjang lebar.

Si Bakteri baik ini sudah secara alami berada di usus manusia. Dengan gaya hidup modern seperti konsumsi fast food , merokok, dan stres, mengakibatkan berkurangnya jumlah bakteri baik sehingga perlu asupan tambahan berupa yogurt.

Di Indonesia, probiotik dianggap sudah berkembang lebih luas. Dan, bisa didapatkan lewat aneka produk yang dijual di pasaran seperti yogurt.

-Yogurt Probiotik

Dengan banyak pilihan yogurt yang ada di pasaran, pastikan memilih yang benar-benar yogurt.

Cirinya antara lain: mengandung bakteri hidup, umur produk yang relatif pendek (30-35 hari). Bisa juga dengan memilih yogurt yang mempunyai bakteri eksklusif yang berguna untuk menjaga dan mempertahankan fungsi saluran cerna.


OBAT-OBAT PENCAHAR

Banyak orang menggunakan obat pencahar (laksatif) untuk menghilangkan konstipasi.
Beberapa obat aman digunakan dalam jangka waktu lama, obat lainnya hanya boleh digunakan sesekali.
Beberapa obat digunakan untuk mencegah konstipasi, obat lainnya digunakan untuk mengobati konstipasi.

Golongan obat-obat pencahar yang biasa digunakan adalah:

Bulking Agents

Pelunak Tinja

Minyak Mineral

Bahan-bahan Osmotik

Pencahar Perangsang.


Bulking Agents.

Bulking agents (gandum, psilium, kalsium polikarbofil dan metilselulosa) bisa menambahkan serat pada tinja.
Penambahan serat ini akan merangsang kontraksi alami usus dan tinja yang berserat lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan.

Bulking agents bekerja perlahan dan merupakan obat yang paling aman untuk merangsang buang air besar yang teratur.
Pada mulanya diberikan dalam jumlah kecil.
Dosisnya ditingkatkan secara bertahap, sampai dicapai keteraturan dalam buang air besar.
Orang yang menggunakan bahan-bahan ini harus selalu minum banyak cairan.

Pelunak Tinja.

Dokusat akan meningkatkan jumlah air yang dapat diserap oleh tinja.
Sebenarnya bahan ini adalah detergen yang menurunkan tegangan permukaan dari tinja, sehingga memungkinkan air menembus tinja dengan mudah dan menjadikannya lebih lunak.

Peningkatan jumlah serat akan merangsang kontraksi alami dari usus besar dan membantu melunakkan tinja sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tubuh.

Minyak Mineral.

Minyak mineral akan melunakkan tinja dan memudahkannya keluar dari tubuh.
Tetapi bahan ini akan menurunkan penyerapan dari vitamin yang larut dalam lemak. Dan jika seseorang yang dalam keadaan lemah menghirup minyak mineral secara tidak sengaja, bisa terjadi iritasi yang serius pada jaringan paru-paru.
Selain itu, minyak mineral juga bisa merembes dari rektum.

Bahan Osmotik.

Bahan-bahan osmotik mendorong sejumlah besar air ke dalam usus besar, sehingga tinja menjadi lunak dan mudah dilepaskan.
Cairan yang berlebihan juga meregangkan dinding usus besar dan merangsang kontraksi.

Pencahar ini mengandung garam-garam (fosfat, sulfat dan magnesium) atau gula (laktulosa dan sorbitol).
Beberapa bahan osmotik mengandung natrium, menyebabkan retensi (penahanan) cairan pada penderita penyakit ginjal atau gagal jantung, terutama jika diberikan dalam jumlah besar.

Bahan osmotik yang mengandung magnesium dan fosfat sebagian diserap ke dalam aliran darah dan berbahaya untuk penderita gagal ginjal.
Pencahar ini pada umumnya bekerja dalam 3 jam dan lebih baik digunakan sebagai pengobatan daripada untuk pencegahan.
Bahan ini juga digunakan untuk mengosongkan usus sebelum pemeriksaan rontgen pada saluran pencernaan dan sebelum kolonoskopi.

Pencahar Perangsang.

Pencahar perangsang secara langsung merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi dan mengeluarkan isinya.
Obat ini mengandung substansi yang dapat mengiritasi seperti senna, kaskara, fenolftalein, bisakodil atau minyak kastor.

Obat ini bekerja setelah 6-8 jam dan menghasilkan tinja setengah padat, tapi sering menyebabkan kram perut.
Dalam bentuk supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja setelah 15-60 menit.

Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada usus besar, juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus menjadi malas berkontraksi (Lazy Bowel Syndromes).

Pencahar ini sering digunakan untuk mengosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan untuk mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang memperlambat kontraksi usus besar (misalnya narkotik).


PENCEGAHAN
Pencegahan terbaik untuk konstipasi adalah gabungan dari olah raga yang teratur dan makanan kaya serat.


Obat
CONSTIPEN
DULCOLACTOL
DUPHALAC
LACTULAX
LAKTOBION
LANTULOS SYRUP
LAXACOD
LAXADILAC
LAXADINE
LAXAMEX
MELAXAN
OPILAX
PRALAX
SOLAC
STOLAX
VILIRON

EFUSI PLEURA


EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.


Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.


ANATOMI PLEURA
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
·    Pleura visceralis :
-     Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
-     Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
-     Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit
-     Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik
-     Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
-     Menempel kuat pada jaringan paru
-     Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. pleura
·    Pleura parietalis
-     Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
-     Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
-     Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
-     Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.


Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
1.   Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2.   Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3.   Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4.   Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5.   Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

ETIOLOGI
A.  Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.


Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam serum.
PARAMETER
TRANSUDAT
EKSUDAT
Warna
BJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein T-E/plasma
LDH
Rasio LDH T-E/plasma
Jernih
< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Jernih, keruh, berdarah
< 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (bervariasi)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6

Efusi pleura berupa:
a.   Eksudat, disebabkan oleh :
1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.
3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :
Ø  Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler.
Ø  Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi.
Ø  Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:
Ø  Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Ø  Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Ø  Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Ø  Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.


b.   Transudat, disebabkan oleh :
1.   Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2.   Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3.   Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4.   Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5.   Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

HEPATOMEGALI




HEPATOMEGALI

Anatomi Fisiologi

Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga kanan. Hati normal kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma, 2006).
Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500 gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002).
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati (Price, 2006).
Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma, 2006)
Fungsi dasar hati dibagi menjadi :
  • Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah. Ada dua macam aliran darah pada hati, yaitu darah portal dari usus dan darah arterial, yang keduanya akan bertemu dalam sinusoid. Darah yang masuk sinusoid akan difilter oleh sel Kupffer.
  • Fungsi metabolik. Hati memegang peran penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin (Guyton, 2003).
  • Fungsi ekskretorik. Banyak bahan diekskresi hati di dalam empedu, seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan lain-lain.
  • Fungsi sintesis. Hati merupakan sumber albumin plasma; banyak globulin plasma, dan banyak protein yang berperan dalam hemostasis (Chandrasoma, 2006).

DEFINISI

Pembesaran Hati (Hepatomegali) adalah membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.
Hepatomegali Pembesaran Hati  adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam tifoid, amoeba, penimbunan lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti leukemia, kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis). Keluhan dari hepatomegali ini gangguan dari sistem pencernaan seperti mual dan muntah, nyeri perut kanan atas, kuning bahkan buang air besar hitam. Pengobatan pada kasus hepatomegali ini berdasarkan penyebab yang mendasarinya.

PENYEBAB
Penyebab yang sering ditemukan:
- Alkoholisme
- Hepatitits A
- Hepatitis B
- Gagal jantung kongestif (CHF, congestive heart failure)
- Leukemia
- Neuroblastoma
- Sindroma Reye
- Karsinoma hepatoseluler
- Penyakit Niemann-Pick
- Intoleransi fruktosa bawaan
- Penyakit penimbunan glikogen
- Tumor metastatik
- Sirosis bilier primer
- Sarkoidosis
- Kolangitis sklerotik
- Sindroma hemolitik-uremik.

TANDA DAN GEJALA

Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala. Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau perut terasa penuh.
Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri bila diraba.
Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala. Tetapi jika pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri bila diraba. Tanda dan gejala yang lain berupa:
  • Umumnya tanpa keluhan
  • Pembesaran perut
  • Nyeri perut pada epigastrium/perut kanan atas
  • Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
  • Ikterus
  • Sering disertai kista ginjal

DIAGNOSA

Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut selama pemeriksaan fisik.

Jika hati teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah atau penyumbatan awal dari saluran empedu.

Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur, jika penyebabnya adalah sirosis.

Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu kanker.

Pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan untuk membantu menentukan penyebab membesarnya hati adalah:
- rontgen perut
- CT scan perut
- tes fungsi hati
PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor  resiko seperti rokok  jamur, kelebihan zat dan infeksi virus hepatitis B serta alcohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel hepar  dan mengakibatkan pembesaran hati. Hepatomegali dapat mengakibatkan infasi pembuluh darah yang mengakibatkan obstruksi vena hepatica sehingga menutup vena porta yang mengakibatkan menurunnya  produksi albumin dalam darah (hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis meningkatkan tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya vena porta juga dapat mengakibatkan ansietas. Hepatomegali juga dapat mengakibatkan vaskularisasi memburuk, sehingga mengakibatkan nekrosis jaringan. Hepatomegali dapat mengakibatkan proses desak ruang, yang mendesak paru, sehingga mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang yang merangsang nyeri

KOMPLIKASI
Orang yang hatinya rusak karena pembentukan jaringan parut (sirosis), bisa menunjukkan sedikit gejala atau gambaran dari hepatomegali. Beberapa diantaranya mungkin juga mengalami komplikasi, yaitu:
  • hipertensi portal dengan pembesaran limpa
  • asites (pengumpulan cairan dalam rongga perut)
  • gagal ginjal sebagai akibat dari gagal hati (sindroma hepatorenalis)
  • kebingungan (gejala utama dari ensefalopati hepatikum) atau
  • kanker hati (hepatoma).

Pemeriksaan Diagnostik
Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut selama pemeriksaan fisik. Jika hati teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah atau penyumbatan awal dari saluran empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur, jika penyebabnya adalah sirosis. Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu kanker. Pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan untuk membantu menentukan penyebab membesarnya hati adalah:
  • rontgen perut
  • CT scan perut
  • tes fungsi hati.
Uji
Normal
Makna klinis
Bilirubin serum terkonjugasi
0,1-0,3 mg/dl
Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi.
Bilirubin serum tak terkonjugasi
0,2-0,7 mg/dl
Meningkat pada hemolitik.
Bilirubin serum total
0,3-1,0 mg/dl
Meningkat pada penyakit hepatoseluler.
Bilirubin urine
0
Mengesankan adanya obstruksi pada sel hati
Urobilinogen urine
1,0-3,5 mg/24jam
Berkurang pada gangguan ekskresi empedu, gangguan hati.
Enzim SGOT
5-35 unit/ml
Meningkat pada kerusakan hati.
Enzim SGPT
5-35 unit/ml
Meningkat pada kerusakan hati
Enzim LDH
200-450 unit/ml
Meningkat pada kerusakan hati
Fosfatase alkali
30-120 IU/L
Meningkat pada obtruksi biliaris.

8. Penatalaksanaan Medis
A. Terapi umum
  • Istirahat
  • Diet
  • Medikamentosa
  • Obat pertama
  • Obat alternative
B. Terapi komplikasi
  • Ruptur : pembedahan
  • Kista terinfeksi : pasang drainase
C.  Pembedahan
  • Pembedahan
  • Operasi pintas porto-cava
  • Aspirasi cairan (bila kista besar)
  • Skleroterapi (bila ada perdarahan varises)
  • Transplantasi hati

9. Pengkajian Keperawatan
  • Aktivitas/ Istirahat:
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot perut. Tidak banyak aktivitas karena nyeri di perutnya.
  • Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, takikardi, perubahan tekanan darah
  • Integritas Ego
Stress, ansietas
  • Eliminasi
Perubahan pola berkemih sulit BAB, BAK sedikit.
  • Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penambahan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
  • Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
  • Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri pada perut kanan atas (sedang / berat)
  • Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
  • Keamanan
Kulit kering, gatal.

10. Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri akut b/d  proses penyakit, imflamasi
  2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada perut kanan atas dan punggung.
  3. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik
  4. Defisit volume cairan b/d intake yang tidak adekuat, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik.
  5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada pada perut atas dan punggung, terapi tirah baring.
  6. Kurang pengetahuan pasien terhadap penyakitnya b/d status pendidikan.
  7. Gangguan peran diri b/d Penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain.

11. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nyeri akut b/d  proses penyakit, imflamasi
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan menghilang dengan kriteria hasil:
  • Pasien mengatakan nyerinya hilang
  • Nyeri berada pada skala 0-3
  • Tekanan darah 120/80 mmHg
Intervensi:
  1. Kaji tingkat nyeri pasien
  2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
  3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
  4. Libatkan keluarga dalam askep
  5. Berikan obat analgetik
Rasional:
  1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi
  2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
  3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
  4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
  5. Memberikan penurunan nyeri 
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada perut kanan atas dan punggung
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama …x 24 jam diharapkan gangguan pola tidur pasien akan teratasi, dengan kriteria hasil:
  • · Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit
  • · Pasien tenang dan wajah segar
  • Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup
Intervensi:
  1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
  2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
  3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai
  4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik  relaksasi
  5. Kaji tanda-tanda kurangnya  pemenuhan kebutuhan tidur pasien
Rasional:
  1. Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat
  2. mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien
  3. Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien
  4. Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
  5. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat. 
Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan criteria:
  • Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
  • Menunjukkan tingkat energi biasanya
  • Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
  1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien
  2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
  3. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit Hepatomegali.
  4. Berikan pengobatan secara teratur sesuai indikasi
  5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi
Rasional:
  1. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
  2. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
  3. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang
  4. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual  sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
  5. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien 
Defisit volume cairan b/d intake yang tidak adekuat, mual, status puasa/aspirasi nasogestrik
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
  • TD 120/80 mmHg
  • RR 16-24 x/mnt
  • Nadi 60-100 x/mnt
  • Turgor kulit baik
  • Haluaran urin tepat secara individu
  • Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
  1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.
  2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
  3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
  4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
  5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
  6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
  7. Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung.
  8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
  9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
  1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan  takikardi
  2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi
  3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
  4. merupakan indicator dari dehidrasi
  5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan
  6. mempertahankan volume sirkulasi
  7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit.
  8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan
  9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan 
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada pada perut atas dan punggung, terapi tirah baring
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan pasien dapat mencapai kemampuan aktivitas yang optimal, dengan kriteria hasil:
  • Pergerakan pasien bertambah luas
  • Pasien dpt melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan)
  • Rasa nyeri berkurang
  • Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan
Intervensi:
  1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
  2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas.
  3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan
  4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
  5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesik)
Rasional:
  1. mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
  2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan
  3. melatih otot – otot kaki sehingga berfungsi dengan baik
  4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi
  5. Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri. 
Kurang pengetahuan pasien terhadap penyakitnya b/d status pendidikan
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama …x24 jam diharapkan Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya, dengan kriteria hasil:
  • · Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya
  • Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh
Intervensi:
  1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit Hepatomegali.
  2. Kaji latar belakang pendidikan pasien
  3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti
  4. Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
  5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada/memungkinkan)
Rasional:
  1. Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga
  2. Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien
  3. Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman
  4. Dengan penjelasan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang
  5. gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.    
Gangguan peran diri b/d Penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam gangguan peran diri dapat teratasi dengan criteria hasil:
  • Pasien mengatakan menerima kondisinya saat ini.
  • Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan tanpa beban.
Intervensi:
  1. Kaji kondisi umum pasien
  2. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
  3. Komunikasikan cara-cara efektif dalam melakukan aktifitas ringan.
  4. Ikut sertakann pasien dalam aktifitas sehari-hari
  5. Libatkan keluarga sebagai support sistem.
Rasional:
  1. Mengkaji keadaan umum dapat menentukan penyebab lain.
  2. Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang ditoleransi
  3. Membantu pasien untuk melatih kemandiriannya.
  4. Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis
  5. Dukungan keluarga sangat penting dalam perkembangan pasien.