Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot
yang periodik dan berat
Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin
merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan
pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari
tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).
Spora Clostridium tetani biasanya masuk
kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun
luka bakar serta pada infeksi tali pusat.
ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram
positif; Cloastridium tetani Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang
terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi
dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda
daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu
mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Pada negara belum berkembang, tetanus
sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu
persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.
PATOGENESE
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara
menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine )
terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin
oleh cerebral ganglioside.
d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous
System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,
periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine
Kerja dari tetanospamin analog dengan
strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan
cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi
yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi
otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot
yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen
tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya
kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin,
yaitu:
1.
Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat
2.
Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
PATHOLOGI
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer
secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai
CNS. Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori
terbaru berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah
(hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1
hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ).
Ada
tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni
1.
Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2.
Cephalic Tetanus
3.
Generalized tetanus (Tctanus umum)
Selain
itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus
Kharekteristik dari tetanus
• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan
menetap selama 5 -7 hari.
• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang
frekwensinya
• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot
terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus,
lockjaw ) karena spasme
Otot masetter.
• Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus
, nuchal rigidity )
• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan
gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir
tertekan kuat .
• Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan
opistotonus, tungkai dengan
• Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.
• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat
terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur
collumna vertebralis ( pada anak ).
Ad
1. tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot
yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan
fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot
tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif
dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized
tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.
Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau
dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian
profilaksis antitoksin.
Ad.2. Cephalic
tetanus
Cephalic
tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2
hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ),
luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga
hidung.
Ad.3 Generalized Tetanus
Bentuk
ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak
dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %), yang disebabkan
oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang
menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa
Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (
kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam
otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak
stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa
ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
Ad.4. Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk
melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk
disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh
penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan
obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan
dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam
terjadinya neonatal tetanus.
Menurut
penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada
tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong
melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ) 56
kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui
dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ). Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument
Untuk memotong tali pusat.
DIAGNOSIS
Diagnosis
tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa
:1.Gejala klinik
- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus
sardonicus ( sardonic smile ).
2.
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai
myoglobinuria
DIAGNOSIS BANDlNG
Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus,
tidak akan sular sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test
(dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau
sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi
karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot
tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.
PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat
keganasannya, dimana :
1.
Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2.
Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3.
Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa
inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek
atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya
masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Prognosa
tetanus neonatal jelek bila:
1.
Umur bayi kurang dari 7 hari
2.
Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3.
Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4.
Dijumpai muscular spasm
KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai:
laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi
berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi
lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.
PENATALAKSANAAN
A.
UMUM
Tujuan
terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :
1.
Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
-membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda
asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam
hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut
dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik
ATS.
2.
Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka
mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau
parenteral.
3.
Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4.
Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5.
Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
B. Obat- obatan
B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari
selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline
dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila
sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti
tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan
diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena,
dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/
24
jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk
vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai
adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan(1,8.10).
B.2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus
Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja,
secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung
"anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan
reaksi allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan
tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara
pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan
NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U)
diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.
B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus
dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk
pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka
B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum
adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta
komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan sedasi/muscle relaxans,
diharapkan kejang dapat diatasi.
Tabel
5 : JENIS ANTIKONVULSAN
___________________________________________________________
Jenis
Obat Dosis Efek Samping
________________________________________________________
Diazepam
0,5 – 1,0 mg/kg Stupor, Koma
Berat
badan / 4 jam (IM)
Meprobamat
300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin
25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam
(IM) Depressi pernafasan
PENCEGAHAN
Seorang penderita yang terkena tetanus
tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama
untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak
pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya
sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk
merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan
toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang
mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan
kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai
natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja
manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic
quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum
seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya
peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary
imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus
toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini,
hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti
yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak
lengkap/ tidak terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi
dengan tetanus toksoid merupakan
satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan
dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan,
dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).
KEPUSTAKAAN :
Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of
New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205-1207.
Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th,
Nelson, W.B.Saunders Company, 1996, 815 -817.
Feigen. R.D : Tetanus .In : Bchrmlan R.E, Vaughan V C , Nelson W.E
, eds. Nelson Textbook of pediatrics, ed. 13 th, Philadelphia, W.B Saunders
Company, 1987, 617 - 620.
Glickman J, Scott K.J, Canby R.C: Infectious Disese, Phantom notes
medicine ,ed. 6 th, Info Acces and Distribution Ltd, Singapore,1995, 53-55.
Gilroy, John MD, et al :Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982,
229-230
Harrison: Tetanus in :Principles of lnternal Medicine, volume 2,
ed. 13 th, McGrawHill. Inc,New York, 1994, .577-579.
Hendarwanto: llmu Penyakit Dalam, jilid 1, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 1987,
49- 51.
Hamid,E.D, Daulay, AP, Lubis, CP, Rusdidjas, Siregar H : Tetanus
Neonatorum in babies Delivered by Traditional Birth Attendance in Medan, Vol.
25, Paeditrica Indonesiana, Departement of Child Health, Medical School
University of lndonesia, Sept-Okt 1985, 167 -174.
Krugman Saaul, Katz L.. Samuel, Gerhson AA, Wilfert C ; Infectious
diiseases of children, ed. 9 th, St Louis, Mosby, 1992, 487-490
Lubis, CP: Management of Tetanus in Children, Paeditricaa
Indonesiana, vol.33, Depart. Of Child Health, Medical School, University of
Indonesia, Sept-Okt 1993, 201-208.
Lubis, CP :Tetanus Neonatorum dan anak, Diktat Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak, Peny. lnfeksi, bag II, Balai Penerbit FK USU, Medan, 1989,
21-40.
Menkes, JH: Textbook of child Neurology, in Tetanus Neonatorun,
ed. 3 th, Lea and Frebringer, Philadelphia, 1985, 521-522.
Peter. G. Red Book, Report of the committee on infectious
diseases, ed.24 th, American Academy of Pediatrics, 1997, 518-519.
Scheld, Michael W. Infection of the central nervous system, Raven
Press Ltd, New York, 1991, 603 -620..
Srikiatkhachord Anaan, dkk ; Tetanus , Arbor Publishing Coorp.
Neurobase,1993, 1- 13.
Samuels, AM. Tetanus, Maanual of Neurologic Therapeutic, ed. 2 nd,
Ljttle Brown, and Company, Boston, 1978, 387-390.
Scaletta, T A. Schaider, JJ. Infection prophylaxjs, Emergent
Management of Trauma, 1 th ed, McGrawhill, Toronto, 1996, 437-438.
Simon, Roger.P.MD, et. all : Tetanus in: Clinical Neurology, ed
1989,Appleton and Lange,USA, 141-142.
Wegwood, RJ .Davis, DS. Ray, GC. Kelley, Vc: Infections of
Children, 2 nd ed, Philadelphia, 1982, 626-636.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar