I. Pendahuluan
Atresia
esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital yang terdiri atas gangguan
kontinuitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea. Pada
penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimana bagian proksimal dan distal
esofagus tidak berhubungan. Pada bagian atas esofagus mengalami dilatasi yang
kemudian berakhir sebagai kantung dengan dinding muskuler yang mengalami
hipertrofi yang khas memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4.
Bagian distal esofagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan diameter
yang kecil dan dinding muskuler yang tipis. Bagian ini meluas sampai bagian
atas diafragma).
Sekitar
50% bayi dengan atresia esofagus juga mengalami beberapa anomali terkait.
Malformasi kardiovaskuler, malformasi rangka termasuk hemivertebra, dan
perkembangan abnormal radius serta malformasi ginjal dan urogenital sering
terjadi; semua kelainan itu disebut sindrom vacterl (vertebral defect,
malformasi anorektal, defek kardiovaskuler, defek trakeoesofagus, kelainan
ginjal , dan defek pada anggota tubuh).
Terdapat
suatu penyakit yang sering menyertai penyakit ini yakni fistula trakeoesofagus.
Fistula trakeoesofagus adalah suatu kelainan hubungan antara trakea dan
esofagus. Jika berhubungan dengan atresia esofagus biasanya fistula terdapat
antara bagian distal segmen esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas
karina. Meskipun begitu, kedua kelainan ini dapat pula muncul pada beberapa tingkat
antara kartilago krikoid dan karina, fistula trakeosofagus dapat juga berjalan
oblik pada bagian akhir proksimal trakea atau pada tingkat vertebra torakal
segmen kedua.
Lebih
jarang atresia esofagus atau fistula trakeoesofagus terjadi sendiri-sendiri atau
dengan kombinasi yang aneh. Pada 86% kasus terdapat fistula trakeo esofagus di
distal, pada 7% kasus tanpa fistula. Sementara pada 4% kasus terdapat fistula
trakeo esofagus tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup.
II. Insiden
Secara
internasional penemuan penyakit ini jarang tergantung pada kawasan yang berbeda
di seluruh dunia, dimana diperkirakan sekitar 0,4-3,6 kasus per-10.000
kelahiran. Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500
dari kelahiran hidup, dimana sepertiganya merupakan kelahiran prematur. Angka
ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara
internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500
kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar.
III. Epidemiologi
Atresia
esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirschprung seorang ahli anak dan
Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14
kasus atresia esophagus. Kelainan ini sudah diduga sebagai suatu malformasi dari
traktus gastrointestinal.
Meskipun
sejarah penyakit atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus telah dimulai pada
abad ke 17, namun penanganan bedah terhadap anomali tersebut tidak berubah
sampai tahun 1869. Baru pada tahun 1939, Leven dan Ladd telah berhasil
menyelesaikan penanganan terhadap atresia esophagus. Lalu di tahun 1941 seorang
ahli bedah Cameron Haigjit dad Michigan telah berhasil melakukan operasi pada
atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk
kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Kecenderungan
peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras
tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia
esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000
kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000
kelahiran).
Jenis kelamin laki-laki memiliki
resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan
atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan esophagus
antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1. Atresia esophagus dan
fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang dapat
didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menemukan
insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19
tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya
juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur
ibu.
IV. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat
teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan atresia esophagus,
hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung
yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13
dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya
atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan
kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus
berlanjut.
Selama
embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus dapat
terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula
trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel
sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang jaringan maka trakea akan membentuk
atresia esophagus.
Atresia
esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki
kelainan kelahiran seperti :
- Trisomi
- Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus imperforata).
- Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus arteriosus).
- Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia).
- Gangguan Muskuloskeletal
- Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac, tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening).
- Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan lahir lain.
V. Anatomi
Esophagus
adalah sebuah saluran yang terdiri atas otot yang menghubungkan faring dengan
gaster. Pada pangkalnya esophagus terletak pada linea mediana, ketika masuk
kedalam kavum thoraks tergeser sedikit ke sebelah kiri linea mediana. Disebelah
ventral esophagus terdapat trakea, bronkus kiri, pericardium, dan diafragma.
Disebelah dorsal esophagus terdapat dataran ventral columna vertebralis, arteri
intercostale desktra, duktus torakikus, dan vena hemiazigos.
Adapun
vascularisasi esophagus diperoleh dari percabangan arteri thyroidea inferior,
aorta descendens, arteria bronchialis, arteri gastrica sinistra, serta arteri
pherenica inferior sisnistra. Sedangkan innervasinya diperoleh dari
cabang-cabang nervus recurrens, nervus vagus dan truncus simpaticus.
VI. Patofisologi
Beberapa
teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses
perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari embrio yang sama.
Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esophagus
proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan
esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi.
Kelainan notochord, disinkronisasi
mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta
pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari
gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab
embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler,
faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta
paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia
esophagus.
Berdasarkan
pada teori-teori tersebut, beberapa fektor muncul menginduksi laju dan waktu
pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini
biasa terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya seperti traktus
intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem masculoskeletal, juga berkembang
pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan
baik.
Klasifikasi Atresia Esofagus
Klasifikasi
asli oleh Vogt tahun 1912 masih digunakan sampai saat ini. Gross pada tahun
1953 memodifikasi klasifikasi tersebut, sementara Kluth 1976 menerbitkan “Atlas
Atresia Esofagus” yang terdiri dari 10 tipe utama, dengan masing-masing subtype
yang dilaksanakan pada klasifikasi asli dan Vogt.Hl ini terlihat lebih mudah
intuk menggabarkan kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk
dikenali. Adapun kasifikasi atresia esophagus menurut Voght adalah sebagai
berikut:
1. Atresia
esophagus dengan fistula trakeoesofagus distal
Merupakan
gambar yang paling sering pada proksimal esophagus, terjadi dilatasi dan
penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra
thoracal III/IV. Esofagus distal (Fistel), yang mana lebih tipis dan sempit,
memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak
antara esophagus proksimal yang buntu dan fistula trakheaesofagus distal
bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.(6)
2. Atresia
esophagus terisolasi tanpa fistula
Esofagus
distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen
esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir
setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal
pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
3. Fistula
trakeosofagus tanpa atresia
Terdapat
hubungan seperti fistula antara esophagus yang secara anatomi cukup intak
dengan trachea. Traktus yang seperti fistula ini biasa sangat tipis dengan
diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah.
Biasanya satu tapi pernah ditemukan dua atau tiga fistula.
4. Atresia
esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal
Gambar
kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi.
Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas dinding
depan esofagus.
5. Atresia
esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal dan proksimal
Pada
kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi
sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran
pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula
dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan. seharusnya sudah dicurigai dari
kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama membuat/merancang
anastomase.
VII. Diagnosis
Diagnosis
dari atresia esofagus/fistula trakeoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi
lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan
USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang
sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus
dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Selain
itu, diagnosa esofagus juga bisa ditentukan pada waktu diruang persalinan,
karena aspirasi paru adalah faktor yang menentukan prognosis. Kesulitan
memasukkan kateter kedalam lambung biasanya memperkuat kecurigaan. Kateter
biasanya berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas.
Akan tetapi untuk penentuan
diagnosis yang terbaik akan dijelaskan secara sistematik sebagai berikut:
- Memasukkan selang nasogastrik
- Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.
VIII. Gejala Klinik
Secara
umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan :
(1).
Kasus polihidramnion ibu,
(2).
Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa
dimasukkan ke dalam lambung,
(3).
Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut yang berlebihan,
(4).
Jika tersendak, sionosis, atau batu pada waktu berupaya menelan makanan.
Gejala-gejala
kelainan ini bervariasi tergantung dari tipe kelainan trakeoesofagus yang ada.
Pada bayi yang dengan hanya atresia, diagnosis biasanya dibuat setelah
kelahiran. Saliva tidak bisa terletak secara mengisi mulut dan nostril kemudian
mengalami regurgitasi. Bayi dengan fistula pada bagian proksimal menghambat
pernafasan, distress, dan sianosis selama makan. Pada bayi dengan atresia dan
fistula distula, saliva yang banyak dan regurgitasi muncul bersamaan dengan
sianosis dan pneumonia sekunder yang terjadi akibat refluks dari isi lambung.
Selain itu, udara biasanya masuk keperut, sehingga perut menjadi timpani dan
mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu pernapasan. Jika kedua
fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula proksimal yang memberikan
gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula trakeoesofagus tanpa
atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan tersedak sewaktu
makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen intermitten. Pada beberapa kasus
yang jarang, kelainan dapat diagnosis pada masa kanak-kanak. Sedangkan pada
pasien dewasa biasanya muncul dengan pneumonia rekuren dan
bronkiektasis.(7,8,9)
Pada
neonatus dengan atresia esofagus atau tracheasofageal fistual, trachea juga
akan mengalami gangguan yang dikenali sebagai tracheomalacia. Trhaceomalacia
berarti trakea menjadi lebih lunak dan rigiditasi lebih rendah dibanding
normal. Tracheomalacia ini mungkin bervariasi pada beberapa anak.
Trahceaomalacia dapat menyebabkan “barking cough”. Hal ini berpengaruh pada
pertumbuhan. Terkadang tracheomalacia lebih berat dan butuh penanganan
tambahan.
Gambaran
Radiologi
Pemeriksaan radiologi biasanya
digunakan sebagai screening non-invasif untuk mendiagnosis penyakit motilitasi
esofagus. Biasanya pasien dengan disfagi memiliki beberapa pemeriksaan
konvensional, seperti pemeriksaan barium atau endoskopi.
Pada pelaksanaannya, bolus cairan
atau makanan berjalan sepanjang esofagus oleh karena tekanan peristaltik dan
gravitasi. Proses ini dikenal sebagai esofagus transit yang berbeda dengan
esofagus clearance yang merupakan suatu proses pengosongan esofagus dari
refluks bahan-bahan makanan yang berasal dari usus.
Terdapat beberapa pemeriksaan
radiologi yang dapat menunjang diagnosis atresia esofagus. Kesemua pemeriksaan
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
a) Foto Thoraks
Gambaran penebalan pada dinding
posterior trakea merupakan suatu petunjuk adanya kelainan pada esofagus. Dimana
jika didapatkan penebalan difus pada mediastium dengan air fluid level dapat
disuspek dengan akalasia. Untuk massa pada esofagus cukup jarang dideteksi
dengan kunci untuk mengevaluasi motilitas, refluks, dan aspirasi.
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan
adalah foto thoraks termasuk abdomen atas dengan memasukkan sonde lambung
kedalam esofagus, kalau perlu kateter diisi kontras non-ionik. Diagnosis
atresia esofagus dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto pada posisi
postreroanterior (PA) dan lateral. Dimana akan didapatkan gamabaran gulungan
nasogastrik tube pada bagian proksimal kantung esofagus. Selain itu, lokasi
arkus aorta juga dapat terlihat. Pneumonia asprisai (khususnya pada bagian
lobus kanan atas) dan atelektasis juga sering didapatkan.
Selain itu, gangguan motilitas akan
ditemukan pada anak dengan atresia esofagus dana dapat dilihat
videofluoroskopi. Pada gangguan motilitas esofagus gambaran yang didapatkan
adalah penyempitan esofagus, transit esofagus yang melambat, dan disorganisasi
transit esofagus.
Berikut gambaran foto thorak yang
didapatkan sesuai dengan tipe atresia esofagus yang ada:
1. Atresia
esofagus tanpa fistula.
• Dilatasi dari
kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan menyebabkan trakea maju ke
bagian depan.
• Abdomen yang
berisi gas mungkin terlihat. Udara normalnya terlihat di dalam perut 15 menit
setelah setelah kelahiran.
• Kantung
esofagus bagian bawah dapat dilihat dengan menggunakan barium atau pemasukan
dengan gastrostonomi.
2. Atresia esofagus
dengan fistula distal.
• Distensi gas
pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati fistula kemungkinan
akan ditemukan.
• Foto akan
memperlihatkan gambaran udara yang sedikit jika fistula okolusi.
• Sejumlah udara
akan terlihat pada esofagus, meskipun biasanya udara dalam esofagus pada
neonatus dan anak-anak normal.
3. Atresia
esofagus dengan fistula proksimal.
• Pada gamabaran
radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan pada atresia esofagus
tanpa fistula.
• Abdomen yang
berisi gas dapat terlihat.
• Pemeriksaan
dengan menggunakan barium mungkin akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan
ini.
• Gambaran
fistula membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung
proksimal.
4. Fistula tanpa
atresia.
• Pneumonia
rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia secara umum.
• Penggambaran
fistula sulit dilakukan.
• Sejumlah udara
akan terlihat pada esophagus.
• Pemeriksaan
dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk diagnosis. Kontrak non-ionik
merupakan pilihan kontras; dilusi barium dapat digunakan sebagai kontras
alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto kontas menunjukkan trakea
tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya dilakukan.
b) Computed
Tomography (CT)
Pemeriksaan
CT-scan jarang dilakukan untuk mendiagnosa atresia esofagus. Pemeriksaan ini
merupakan periksaan 3 dimensi esofagus dalam hubungannya dengan struktur yang
berdekatan. Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih dewasa.
Gambar CT-scan penampakan aksial
sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan hanya terlihat sebagian.
Pemeriksaan CT penampakan sagital selalu digunakan untuk diagnosis atresia
esofagus pada neonatus secara akurat. Metode ini dapat memperlihatkan gambar
panjang esofagus, lengkap dengan atresia, fistula dan batas-batasnya.
Pemeriksaan ini jika dikombinasikan dengan endoskopi akan lebih memberi
keuntungan, sebagai tambahan untuk memfasilitasi pemahaman hubungan anatomi
yang kompleks.
c)
Ultrasonografi (USG)
USG
merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk diagnosis atresia
esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan sebelum kelahiran. Pada
pemeriksaan ini ditemukan adanya gelembung udara pada perut fetus yang
dikombinasikan dengan polihidramnion pada ibu yang mengarah ke diagnosis
atresia esofagos. Diagnosa akurat meningkat jika terdapat area anehoik pada
bagian tengah leher fetus, tanda ini membedakan atresia esofagus dengan penyakit-penyakit
gangguan menelan.
Terdapatnya
dilatasi kantung esofagus yang buntu pada pemeriksaan ini dapat merujuk ke
atresia esofagus. tanda kantung ini telah didapatkan secara langsung pada usia
26 minggu masa gestasi, tetapi onsetnya diperkirakan paling cepat 22 minggu.
Kemungkinan hubungan antara peningkatan tranlusens nuchal didapatkan pada trimester
pertama dan atresia esofagus telah ditemukan.
d) Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
Seperti
pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia esofagus pada bayi
setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan gambar esofagus dan sekitarnya
pada posisi sgital dan karonal, dan resolusi kontrasnya lebih baik dibandingkan
CT-scan. MRI sangat jarang digunakan untuk menjelaskan lokasi arkus aorta,
tetapi sering digunakan untuk diagnosa molformasi congenital.
Tidak
seperti USG, pemeriksaan MRI pada prenatal memberikan ganbar lesi sekitar
esofagus dan hubungan dan hubungan anatomi. MRI pada fetus memberikan bukti
akurtat untuk diagnosis atresia esofagus pada anak dengan resiko tinggi
berdasarkan penemuan USG. Akan tetapi, pemeriksaan MRI sulit untuk dilakukan
pada kasus polihidramnion karena kualitas gambar jelek.
e) Nuclear
Imaging
Biasanya
pemeriksaan ini tidak digunakan untuk mrngevaluasi atresia esofogus. Meskipun
demikian pemeriksaan ini digunakan pada beberapa keluhan motilitas setelah
perbaikan. Pemeriksaan scintigraph dan radionuclide dapat mendeteksi dan
menghitung esofagus transit, esofagus clearance dan GER.
f) Angiografi
Angiografi
umumya tidak digunakan untuk diagnosis anak dengan atresia esofagus. Tetapi
pemeriksaan biasa digunakan untuk perencanaan penggantian atau perbaikan organ
esofagus, jika hal itu menjadi penanganan yang dipilih.
IX. Diferensial Diagnosis
Tanda
awal dari atresia esofagus pada bayi yang berupa polihidramnion menyebabkan
atresia esofagus memiliki banyak diferensial diagnosis, antara lain :
1. Atresia
intestinal
2. Hidrofetalis
3. Cacat batang
otak
4. Hernia
difragmatika
5. Lesi
intrathorakal
X. Penatalaksanaan
Atresia
merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan
untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus
harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret.
Perhatikan yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi
respirasi, dan pengelolaan anomaly penyerta.
Sebelum
dilaksanakan tindakan bedah, maka anomali kogenital lain pada bayi terlebih
dahulu dievaluasi. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal,
malformasi kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen
bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan
malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan
kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia esofagus.
Echocardiogram dan renal ultrasonogram mungkin dapat membantu.
Terkadang
karena keadaan penderita, maka operasi dilakukan secara bertahap, tahap pertama
biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk
memasukkan makanan, dan langkah kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat
mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari kesepuluh akan menolong
keberhasilan anastomosis.
Adapun
komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah sebagai berikut:
1. Dismotilitas
Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dinding esofagus. Berbagai
tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat
saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastrosofagus
refluks. Kira-kira 50% bayi yang menjadi operasi ini akan mengalami
gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung
naik atau refluks ke esofagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat
(medikal) atau pembedahan
3. Fistula
trakeosofagus berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti
ini.
4. Disfagia atau
kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esofagus
yang diperbaiki.keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air mutu tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan
bernafas dan tersendak. Konplikasi ini berhubungan dengan proses menalar
makanan, terhadap makanan dan aspirasi makanan kedalam trakea.
6. Batuk kronis
batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus.
Hal ini disebabkan oleh kelemahan dari trakea.
7. Meningkatkan
infeksi saluran pernafasan.pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak
dengan orang yang menderita Flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
XI. Prognosis
Tahun
1962, Waterson dkk membuat klasifikasi bayi yang lahir dengan Atresia Esofagus
menjadi 3 grup “Dengan harapan hidup yang berbeda”. Klasifikasi menurut BB
lahir dan kelainan lain yang berhubungan :
1. Menurut Berat
Badan Lahir
Grup A : >
2500 gr dan baik
Grup B :
BB lahir
<> tinggi & Pneumonia moderat dan kelainan kongenital
Grup C :
BB lahir
<> timggi & pneumonia berat dan kelainan kongenital berat.
Klasifikasi ini merujuk pada 113
kasus yang ditangani dari RS Great Ormond Street dari 1951-1959. 38 bayi grup
A, hampir semua selamat (95%) hanya 2 yang tidak. Dari 43 bayi di grup B, 29
selamat (68%) sementara hanya 2 bayi dari 32 yang selamat di grup C.
Selama 40 tahun telah terjadi
peningkatan angka survival rate berkaitan dengan diagnosa dan terapi pada kelainan
lain yang berhubungan. Kemajuan di bidang teknik anestesi dan intensive care
bagi neonatus cukup memuaskan. Klasifikasi waterson berdasarkan 357 bayi dengan
atresia esofagus yang dirawat di rumah sakit dari 1980-1992 :
Grup A. 153 dari
154 selamat (99%)
Grup B. 72 dari
36 selamat (95%)
Grup C.101 dari
142 selamat (72%)
Jelaslah bahwa
sistem klasifikasi berdasarkan resiko baru diperlukan sesuai era yang sudah
modern. Klasifikasi berdasarkan resiko, baru meliputi berat badan lahir dan
malfomasi jantung yang bertanggung jawab pada sebagian besar kematian.
2. Klasifikasi
Menurut Kelainan Lain Yang Menyertai
Klasifikasi
menurut Spitz terhadap keselamatan pada atresia esofagus :
Grup I : BB
lahir > 1500 gr tanpa kelainan jantung mayor (utama)
Grup II : BB lahir
< 1500 gr atau dengan kelainan jantung mayor
Grup III : BB
lahir < 1500 gr + kelainan jantung mayor
Kelainan jantung mayor didefinisikan
sebagai kelainan jantung kongenital sianotik yang memerlukan terapi paliatif
atau lebih atau kelainan jantung kongenital cyanotic yang memerlukan bedah
untuk gagal jantung.
Berdasarkan klasifikasi scheme,
angka keselamatan di grup I 96 %, grup II 59 % dan grup III 22 % pada tahun
1980, tetapi sudah meningkat menjadi 98 %, 82% dan 58 % pada saat ini.
Penelitian dari montreal mengidentifikasikan hanya preoperative yang tergantung
ventilator dan kelainan penyerta yang berat dengan prognasis signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson EW.
Ilmu Kesehatan anak (Nelson textbook of pediatrics) Ed.15 Vol.2. Jakarta. EGC :
2005
2. Yamada T.
Gastroenterology 4th Ed. Vol.1. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins
: 2003.
3. Kronemer KA,
Warwick AS. Esophageal atresia/tracheosophageal fistula. [online]. [cited on 9
April 2008]. Available
from:URL:http://www.emedicine/medscape/com/article/414368/overview
4. Lucile
Packard Children’s Hospital. Tracheosophageal fistula and esophagealatresia.
[online]. [cited on 2008 Feb 18]. Available from:URL:
http://www.lpch.org/kids/index/html
5. Depertament
of Surgery University . Esophageal atresia. [online]. [cited on 13 Desember
2008]. Available from:URL: http://www.umich.edu/pediactric/clinical.html
6. Shienfield N.
Esophageal atresia. [online]. [cited on 21 Agustus 2008]. Available from:URL:
http://www.pedsurg.ucsf.edu/index.html
7. Blog HKS.
Atresia esofagus. [online]. [cited on 11 Desember 2008]. Available from:URL:
http://www.ksuheimi.blogspot.com/2008/07/ateresia-esofagus/html
8. Rasad S.
Radiologi diagnostik. 2nd Ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2006.
9. Christian PE,
Bernier D, Langan JK. Nuclear medicine and PET technology and techniques 5th
Ed. USA. Mosby : 2004
10. Osborn GA,
Harnsberger HR. Pocket radiologist chest top 100 diagnoses. Utah. Amyrisis :
2003
11. Morton KA,
Clarck PB, et al. Diagnostic imaging nuclear medicine. Utah. Amyrisis : 2007
12. Kronemer KA,
Warwick AS. Esophageal atresia/tracheosophageal fistula.
URL:http://www.emedicine/medscape/com/article/414368/imaging
13. Kronemer KA,
Warwick AS. Esophageal atresia/tracheosophageal fistula.
URL:http://www.emedicine/medscape/com/article/414368/multimedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar