BAB
I
PENDAHULUAN
I.Pengertian
Labioschizis
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang
memiliki prevalensi cukup tinggi. Bibir
sumbing
memiliki
beberapa tingkatan kerusakan sesuai organ yang mengalami kecacatannya. Bila
hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum
atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini mempengaruhi keberhasilan operasi. Bibir
sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya
infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung
telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air
susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.
Klasifikasi
celah bibir sumbing :
1.
Celah satu sisi/ Unilateral Cleft Lip/
Labioschizis unilateral ini dibagi lagi menjadi :
a. Celah
satu sisi lengkap/ Complete unilateral cleft lip/ Labioschizis unilateral
complete
b. Celah
satu sisi tidak lengkap/ Incomplete unilateral Cleft lip/Labioschizis
Unilateral incomplete.
2.
Celah
dua sisi/Bilateral Cleft Lip/Labioschizis Bilateral ini dibagi lagi menjadi :
a. Celah dua sisi lengkap/Complete bilateral cleft lip/Labioschizis Bilateral Complete
b. Celah dua sisi tidak lengkap/Incompete bilateral cleft lip/labioscjis bilateral incomplete
c. Celah dua sisi dengan satu sisi lengkap, sisi yang lain tidak lengkap
a. Celah dua sisi lengkap/Complete bilateral cleft lip/Labioschizis Bilateral Complete
b. Celah dua sisi tidak lengkap/Incompete bilateral cleft lip/labioscjis bilateral incomplete
c. Celah dua sisi dengan satu sisi lengkap, sisi yang lain tidak lengkap
II. Etiologi
Kelainan sumbing
bibir dan langit-langit merupakan suatu cacatbawaan sejak lahir. Penyebabnya
multi faktor seperti kelainan genetik, trauma masa kehamilan, pemakaian
obat-obatan, pencemaran lengkungan dll. Penyebab kasus kelainan ini disebabkan
dua faktor utama :
1.
Herediter
Faktor
ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat keluarga yang mengalami
mutasi genetik. Oleh karena itu penting sekali saat proses anamnesa dengan
pasien untuk menanyakan soal apakah ada riwayat keturunan dari keluarga soal
kelainan ini. Menurut salah satu literatur, Schroder mengatakan bahwa 75% dari
faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% yang
dominan. Dengan demikian misalnya dari seorang ibu menghasilkan 4 orang anak, 1
anak kemungkinan mengalami kasus kelainan bibir sumbing.
2.
Lingkungan
Untuk
faktor ini bisa lebih disudutkan lagi lebih ke aspek, faktor-faktor yang
mempengaruhi seorang ibu pada masa kehamilan. Usia kehamilan yang rentan saat
pertumbuhan embriologis pada trimester pertama (6-8 minggu) karena pada saat
ini proses pembentukan jaringan dan organ-organ calon bayi.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi proses kehamilan, lebih karena faktor obat-obatan yang
bersifat teratogen semasa kehamilan ( misalnya : asetosal atau aspirin, sebagai
obat analgetik, ifampisin, fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin,
asamflufetamat, ibu Profen dan peniselamin, diazepam, kortikosteroidm,
antihistamin sebagai antiemetik-mual muntah). Oleh karena itu penggunaan
obat-obatan tersebut harus dalam pengawasan yang ketat dari dokter kandungan
yang berhak memberi resep tertentu.
Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah nutrisi, penyakit infeksi dan juga
paparan radiasi.
III. Patofisiologi
Cacat bibir
sumbing
terjadi
pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di
daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa
menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu,
radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan
kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.
Kelainan bawaan yang timbul saat pembentukan janin ini menyebabkan adanya celah
di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,
dapat mencapai langit-langit bahkan sampai dengan merusak estetika cuping
hidung (labio-palato-gnato schizis). Secara medis, hal ini diakibatkan adanya
inkompetensi dari velofaringeal clossure, dimana seharusnya aliran rongga
hidung ke saluran nafas itu terpisah dengan saluran makan dari rongga mulut. Secara anatomis normalnya kita memiliki langit-langit
mulut yang membatasinya. Sehingga saat sedang makan atau minum anak akan
bingung, kadang terlihat seperti berhenti bernafas, malas makan, padahal anak
itu takut menelan karena dia tahu pasti akan tersedak.
IV.
Penatalaksanaan
Bayi-bayi yang
bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI,
terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk
kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi
yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu
masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air
susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglottis(
katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan
lidah, langit-langit, serta kelenjar liur.
V. Prognosis
Bayi-bayi yang
bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI,
terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan
dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya
tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu
hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke
saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglottis( katup penghubung
mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah,
langit-langit, serta kelenjar liur.
Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga
hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan
tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air
yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.
Bagi orang tua yang melahirkan anak dengan kelainan ini
akan menimbulkan shock. Bagi si
anak akan mengalami gangguan dalam berbicara, mengunyah dan menelan, gangguan
estetis yang berakibat gangguan psikologis dan sosial. Anak menjadi sulit
bergaul dengan lingkungannya sehingga mengganggu perkembangan jiwanya. Karena
itu kita perlu membantu anak-anak dengan kelainan ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Nelson EW. 2005. Ilmu Kesehatan anak (Nelson textbook of pediatrics) Ed.15
Vol.2. Jakarta:EGC
2.
Yamada T.2003. Gastroenterology 4th Ed. Vol.1. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins
Tidak ada komentar:
Posting Komentar