BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Secara fisiologik selaput foetus tanggal dalam waktu 3 sampai 8 jam
pospartum. Apabila selaput tersebut menetap lebih lama dari 8 sampai 12 jam,
kondisi ini dianggap patologik dan terjadilah retensio plasenta Pada dasarnya
retensio plasenta adalah kegagalan pelepasan villi kotiledon foetal dari kripta
karunkula maternal. Sesudah foetus ke luar dan chorda umbilicalis putus, tidak
ada darah yang mengalir ke villi foetal dan villi tersebut berkerut dan
mengendur. Uterus terus berkontraksi
dan sejumlah besar darah yang tadinya mengalir ke uterus sangat berkurang.
Karunkulae maternal mengecil karena suplai darah berkurang dan kripta pada
karunkulae berdilatasi. Pada retensio plasenta pemisahan dan villi foetalis
dari kripta maternal terganggu dan terjadi pertautan. Pada plasenta yang mudah
dilepas, proses pelepasan disebabkan oleh autolisa villi chorionik. Sesudah
beberapa hari terdapat leukosit dan bakteria di dalam placentoma. Oleh karena
itu placentitis mudah terjadi. Retensio plasenta sebenarnya adalah suatu proses
kompleks yang meliputi pengurangan suplai darah diikuti oleh penciutan
struktur-struktur placenta maternal dan foetal, perubahan-perubahan
degeneratif, dan kontraksi uterus yang kuat. Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab
kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens
perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar
16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146
kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat
satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Oleh karena itu pada makalah
ini kami akan mengulas tentang penyebab retensio plasenta secara lebih
mendalam.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan retensio plasenta ?
2. Apa
penyebab terjadinya retensio palsenta ?
3.
Bagaimana anatomi dari plasenta ?
4.
Bagaimana penatalaksanaannya ?
5.
Bagaimana gejala klinis dan komplikasi apa saja yang dapat terjadi ?
III. Tujuan
Tujuan kami mempelajari kasus
ini adalah untuk mengetahui;
1.
Pengertian retensio plasenta
2. Penyebab terjadinya
retensio plasenta
3. Anatomi dari plasenta
4. Cara penatalaksanaan
retensio plasenta
5.
Mengenali gejala klinis dan
komplikasi yang dapat terjadi.
IV.Manfaat
Kami berharap dengan mempelajari kasus ini
kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan retensio plasenta dan bagaiman
penanganannya, dan kita juga dapat ikut berpartisipasi dalam memperkecil angka
kematian ibu di Indonesia .
BAB
II
PEMBAHASAN
I. Pengertian
Retensio Plasenta
Retensio plasenta (placental
retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin
lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian
plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini
(early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late
postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta, disebabkan oleh gangguan
kontraksi uterus.Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perdarahan, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi
untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesive)
- Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi chorialis menembu decidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta – perkreta).
Plasenta yang
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau salah penggunaan kala III, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta). Jenis-jenis Retensio Plasenta dapat dibedakan
menjadi:
- Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
- Plasenta
Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium.
- Plasenta
Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /memasuki
miometrium.
- Plasenta
Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
- Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
II.Etiologi dan Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan
berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih
pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium
menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga
mengecil. Pengecilan mendadak
uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan
terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten,
ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi,
ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan
kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta,
fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas.
Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat
melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4.Fase pengeluaran,
dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam
rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih
merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan
oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga,
89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang
mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus
meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke
vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah
dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus
menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan
inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering
tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan
artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa
dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan
Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta
previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga
persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian
uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
Sebab – sebab :
1.
Sebab-sebab fungsionil.
-
His kurang kuat (sebab terpenting)
-
Plasenta sukar terlepas karena tempatnya yang
insersi di sudut tuba, bentuknya plasenta membranacea, plasenta anularis,
ukurannya plasenta yang sangat kecil. Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut diatas disebut
plasenta adhaesiv
2.
Sebab patolog-anatomis.
-
Plasenta akreta
-
Plasenta inkreta
Tabel 15.2 : Gambaran dan dugaan penyebab Retensio Plasenta
Gejala
|
Separasi/Akreta parsial
|
Plasenta Inkarserata
|
Plasenta Akreta
|
Konsistensi uterus
|
Kenyal
|
Keras
|
Cukup
|
Tinggi Fundus
|
Sepusat
|
2 jari bawah pusat
|
Sepusat
|
Bentuk uterus
|
Diskoid
|
Agak globuler
|
Diskoid
|
Perdarahan
|
Sedang – banyak
|
Sedang
|
Sedikit / tidak ada
|
Tali pusat
|
Terjulur sebagian
|
Terjulur
|
Tidak terjulur
|
Ostium uteri
|
Terbuka
|
Konstriksi
|
Terbuka
|
Separasi plasenta
|
Lepas sebagian
|
Sudah lepas
|
Melekat seluruhnya
|
Shock
|
Sering
|
jarang
|
Jarang
sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat
|
III. Anatomi dari Plasenta
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar
dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya
rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah
(insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang
16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin,
yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian
ibu yang berasal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal
dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah
disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang
interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon
janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan
dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat
yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi
zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai
antibodi ke janin.
IV. Penatalaksanaan.
Penanganan
retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a.Resusitasi. Pemberian oksigen 100%.Pemasangan IV-line
dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium
klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b.Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml
larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus
berkontraksi.
c.Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika
berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d.Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan
manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e.Jika
tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran
sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g.Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
Kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir,
belum memperlihatkan gejala-gejala pelepasan, maka dilakukan perlepasan
plasenta manual. Tehnik
perlepasan placenta secara manual : alat kemaluan luar pasien di desinfeksi
begitu pula tangan dan lengan bawah si
penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, maka labia dibeberkan dan
tangan kanan masuk secara obstetric kedalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam
sekarang menyusur tali pusat yang
sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta,
maka tangan pergi kepinggir plasenta dan sedapat – dapatnya mencari pinggir
yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta
dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim
dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.Setelah plasenta terlepas
seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan –lahan ditarik keluar.
Plasenta
Inkarserata
a.Tentukan
diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
b.Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan melahirkan plasenta
b.Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontruksi servik dan melahirkan plasenta
c. Pilih
fluathane atau eter untuk kontruksi servik yang kuat tetapi siapkan infus
oksitosis 20 IV dalam 500 mg NS/RL dengan 40 tetes/menit untuk mengan tisipasi
ganguan kontraksi yang disebabkan bahan anestesi tersebut.
d. Bila prosedur
anestesi tidak tersedia tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut berikan
analgesik (tramadol 100 mg IV atau pethidme 50 mg IV dan sedotif (diazepam 5mg
IV) pada tabung suntik terpisah.
Plasenta
akreta
Tanda penting
untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali
pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam, sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan
kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilitas pasien dan rujuk ke RS
V.Gejala Klinis dan Komplikasi
a. Anamnesis, meliputi
pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode
perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas
secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam,
plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau
lengkap menempel di dalam uterus.
Komplikasi yang dapat terjadi
meliputi:
1.Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan
2.Multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3. Sepsis.
4.Kebutuhan terhadap
histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
Untuk memperkuat adanya dugaan
retensio plasenta maka dilakukanlah pemeriksaan penunjang yang meliputi:
a. Hitung darah lengkap:
untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.
b. Menentukan adanya
gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated
Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT)
atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang
disebabkan oleh faktor lain.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan
akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17%.Di RSU H. Damanhuri
Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan
pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus
(0,68%) berakhir dengan kematian ibu. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta, disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.Jika plasenta belum lepas
sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian, terjadi perdarahan
yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
B. Saran.
Diharapkan dengan mempelajari
kasus ini kita dapat lebih memperhatikan dan waspada terhadap perdarahan yang
terjadi pada saat kala III. Agar kita terutama tenaga kesehatan dalam hal ini
bidan dapat lebih tanggap dan ikut berpartisipasi dalam menekan angka kematian
ibu di Indonesia .
DAFTAR PUSTAKA
Winkjosastro,Hanifa. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Sastrawinata.
R. Sulaeman. 1984. OBSTETRI PATOLOGI. Bandung
: Elstar offset.
Sarwono,Prawirohardjo.
2006. PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL & NEONATAL. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
mkcih bwt info'y ,, ;)
BalasHapus